Baner

Baner

Konsultasi Publik PT. FAHREZA DUTA PERKASA, Ketua DPC AKPERSI Alam Pun Perlu Di Lestarikan



Keterangan foto kegiatan konsultasi publik di Kabupaten Karimun 

FAKTALAPANGAN.COM-Ketua DPC AKPERSI Asosiasi Keluarga Pers Indonesia Kabupaten Karimun SAMSUL sangat menyayangkan ketiga konsesi sedimentasi laut milik PT. FAHREZA DUTA PERKASA yang menjadi lokasi prioritas melalui penetapan Keputusan Menteri Kelautan Perikanan (KKP) 16/2024 dianggap akan membahayakan ekosistem laut yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan laut.Sabtu 06/09/2025

Menurutnya, terdapat ketidakkonsistenan yang menjadi spirit dari diterbitkannya PP 26/2023 yang bertujuan memberikan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut untuk mendukung keterpeliharaan daya dukung ekosistem pesisir dan laut. Faktualnya penetapan lokasi prioritas sedimentasi laut di Pulau Karimun ini sangat berbahaya terhadap ekosistem laut

 Karena sangat berdekatan dengan wilayah pesisir pantai sehingga sangat rentan memberikan dampak negatif meliputi erosi pantai, kerusakan terumbu karang, hutan mangrove, serta kerusakan tanggul pengaman pantai di sepanjang jalan Coastal Area yang dikenal sebagai ikon Kota Karimun sebagai akibat turunnya permukaan pasir, tambahnya.

Kemudian SAMSUL menjelaskan bahwa kegiatan pembersihan dan pemanfaatan sedimentasi laut di wilayah Pongkar akan berdampak pada hilangnya potensi wisata pemancingan yang dikenal masih memiliki potensi keragaman mencakup variasi spesies ikan, hewan, tumbuhan, mikroorganisme, serta keanekaragaman genetik dan ekosistem di kawasan tersebut. Selain itu, lokasi ini juga menurutnya beririsan dengan Daerah Lingkungan Kerja, dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKr-DLKp) yang tertuang dalam RTRW Kabupaten Karimun.

 Serta kawasan ini merupakan konsesi timah DU747 yang merupakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) berada di wilayah perairan sekitar Desa Pongkar, Kecamatan Tebing, Kabupaten Karimun. Dulunya PT. TIMAH Tbk pernah beroperasi untuk aktivitas eksplorasi timah yang mendapat protes dari nelayan setempat, pungkasnya.

Lebih lanjut, SAMSUL mengatakan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan ini tidak sejalan dengan Pasal 3 Ayat (1) yang mengatur wilayah pengecualian pengolahan hasil sedimentasi laut di antaranya meliputi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan DLKr-DLKp, tegasnya.

Kekhawatiran SAMSUL yang lebih mendalam ketika perusahaan ini harus memenuhi syarat minimal volume pembersihan hasil sedimentasi dan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut sebesar 50 juta m³ sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Ayat (7) huruf b dalam Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 3 Tahun 2025, amanat pemenuhan jumlah material pembersihan sedimentasi yang begitu besar tentunya akan berdampak memperparah kerusakan lingkungan hidup serta menyebabkan erosi garis pantai yang berdampak berkurangnya batas maritim wilayah sebagai akibat pembersihan dan pemanfaatan sedimentasi laut di sepanjang pesisir Pulau Karimun yang terletak begitu strategis, berbatasan dengan Negara Singapura dan Malaysia.

SAMSUL juga menyinggung faktor ancaman (Threat) dalam pelaksanaan kegiatan pembersihan dan pemanfaatan sedimentasi laut di wilayah ini sangat rawan terjadinya aktivitas ilegal di area lintas batas seperti pencurian hasil sedimentasi laut, dan penggelapan pajak, dan ia memastikan akan melakukan pemantauan dan pengawasan secara ketat terhadap risiko gangguan kegiatan untuk memastikan semuanya berjalan sesuai rencana.

SAMSUL menyarankan pemerintah jangan hanya melihat kepentingan bisnis semata, tapi harus tetap memberikan ruang kelola sumber penghidupan bagi masyarakat pesisir, khususnya nelayan Karimun serta kesediaan bagi perusahaan menjalankan tugas sosial dan lingkungan melalui kepastian berjalannya pemberian kompensasi dan CSR kepada masyarakat melalui program pembangunan yang berkelanjutan di wilayah pesisir.

Selain itu, SAMSUL meminta pemerintah segera menganalisis regulasi serta dampaknya terhadap kelestarian ekosistem laut melalui penetapan lokasi alternatif di luar lokasi prioritas yang telah ditetapkan di Kabupaten Karimun dengan cara berkolaborasi bersama pemilik konsesi IUP Operasional Produksi. Menurut SAMSUL, kebijakan ini sebagai bagian dari upaya mendukung pemerintah melakukan revisi Kepmen Kelautan Perikanan No.16 Tahun 2024 yang telah dibahas secara bersama pada acara sosialisasi tanggal 22 Juli 2025 yang lalu. Menurutnya, konsesi IUP Operasional Produksi secara material sedimentasi lautnya lebih memungkinkan dan memenuhi persyaratan untuk dilakukan pembersihan dengan mekanisme pengaturan pengelolaan hasil sedimentasi di laut.

Menutup diskusi, ia merespon kegiatan camat ataupun pemerintah setempat berkaitan konsultasi publik kepada masyarakat tentang pembersihan dan pemanfaatan sedimentasi laut, SAMSUL meminta stakeholder terkait agar menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan apapun dengan melibatkan masyarakat. Hal ini disebabkan kegiatan pembersihan dan pemanfaatan sedimentasi laut belum memiliki kepastian hukum. Kita semua harus tunduk kepada putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 5P/HUM/2025 pada tanggal 2 Juni 2025, yang telah mengabulkan gugatan uji materiil terhadap PP 26/2023, yang memerintahkan pencabutan beberapa ketentuan Pasal 10 ayat (2), (3), dan (4) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Pencabutan beberapa ketentuan tersebut menyebabkan terjadi kekosongan hukum, oleh karenanya kita tunggu saja kebijakan pemerintah ke depan berkenaan kegiatan pembersihan dan pemanfaatan sedimentasi laut ini sehingga nantinya bisa menjadi terang benderang dan legalitasnya memiliki kekuatan hukum serta tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari.

SAMSUL juga mengingatkan kepada pemerintah daerah agar segera membuat payung hukum di sektor sedimentasi laut yang tergolong baru ini, mempertimbangkan besarnya potensi pendapatan daerah dari hasil pengelolaan sedimentasi laut tersebut, mengingat sejak lahirnya PP 26/2023 belum ada kebijakan pemerintah daerah menjadikannya sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dikarenakan belum adanya legalitas yang memayungi kegiatan pengelolaan hasil sedimentasi laut sebagai salah satu sumber bagi penerimaan pajak serta potensi untuk mendiversifikasi ekonomi daerah pesisir serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir di Kabupaten Karimun.

Red

Posting Komentar untuk "Konsultasi Publik PT. FAHREZA DUTA PERKASA, Ketua DPC AKPERSI Alam Pun Perlu Di Lestarikan "