Baner

Baner

Suara Ketum AKPERSI Mengguncang: Stop Intimidasi Wartawan, Bersihkan Jalanan Dari Preman Berkedok Debt Collector!


Keterangan foto ketua umum AKPERSI Asosiasi Keluarga Pers Indonesia Rino Triyono 

FAKTALAPANGAN.COM-Gempar Indonesia kembali diguncang peristiwa yang menusuk nurani publik. Dua wartawan dikeroyok secara brutal oleh oknum debt collector di Labuhanbatu, Sumatera Utara  ketika tengah melaksanakan tugas jurnalistik. Adegan yang seharusnya hanya ada di film laga ini benar-benar terjadi di jalanan Indonesia — tepatnya di depan kantor ACC Finance, Jalan Sisingamangaraja, Kecamatan Rantau Selatan.Minggu 21/09/2025

Dua pelaku berinisial R dan P sudah ditangkap Polres Labuhanbatu pada Sabtu (20/09/2025). Namun, publik menunggu langkah tegas berikutnya: penangkapan seluruh pelaku dan penindakan terhadap perusahaan pembiayaan yang berada di balik pengerahan “preman berseragam debt collector” itu.

Tamparan Keras Bagi Negara Hukum

Peristiwa ini tak sekadar penganiayaan. Ini adalah tamparan telak bagi marwah negara hukum. Bagaimana tidak, insan pers — pilar keempat demokrasi — dihajar di tempat terbuka hanya karena menjalankan tugas. Bogem mentah mendarat di wajah wartawan, di ruang publik, seolah hukum mati suri dan premanisme menjadi panglima.

Indonesia bangga menyebut diri sebagai negara hukum. Tapi slogan itu hampa bila aparat membiarkan jalanan dikuasai debt collector yang bertindak sewenang-wenang. Kasus Labuhanbatu membuka borok lama: lemahnya perlindungan negara terhadap kebebasan pers dan warga sipil.

Landasan Hukum: Jelas, Tegas, Tak Terbantahkan

Padahal hukum sudah terang-benderang.

1. UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia: eksekusi objek fidusia hanya lewat parate eksekusi berdasar sertifikat fidusia atau putusan pengadilan. Tidak boleh ada aksi barbar di jalanan.


2. Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019: kreditur tidak bisa sembarangan menarik kendaraan tanpa persetujuan debitur atau keputusan pengadilan.


3. Pasal 365 KUHP: siapa pun yang merampas barang dengan kekerasan di muka umum adalah pelaku tindak pidana perampasan.



Dengan payung hukum sekuat ini, praktik “Mata Elang” semestinya sudah lama berakhir. Namun faktanya, mereka masih leluasa menaklukkan jalanan, seakan kebal hukum.

Tuntutan Publik Menggema Bak Genderang Perang

Warga kini tak mau lagi hanya jadi penonton. Tuntutan mereka jelas:

Tangkap semua pelaku pengeroyokan wartawan. Tidak ada ruang damai atau kompromi untuk pelaku kekerasan.

Usut perusahaan leasing yang terlibat. Jika terbukti, cabut izinnya.

Bersihkan jalanan dari Mata Elang. Operasi sapu bersih harus nyata, menyeluruh, dan tanpa pandang bulu.

Buka kanal aduan aman dan perlindungan hukum bagi masyarakat yang melapor.

Transparansi penuh dalam proses hukum. Publik berhak tahu setiap perkembangan kasus ini.


Tanpa aksi nyata, rasa aman publik hancur, pers terbungkam, demokrasi kehilangan mata dan telinga, dan premanisme makin brutal.

Ketua Umum AKPERSI: Tegas dan Menggelegar

Ketua Umum Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI), Rino Triyono, S.Kom., S.H., C.IJ., C.BJ., C.EJ., C.F.L.E., langsung turun tangan. Ia mengecam keras pengeroyokan tersebut yang jelas-jelas melanggar UU Pers No. 40 Tahun 1999 Pasal 18 Ayat (1).

 “Saya selaku Ketua Umum Pusat AKPERSI sangat mengecam pengeroyokan wartawan yang sedang bertugas. Ini adalah pembungkaman pers. Apalagi korban adalah Ketua DPC AKPERSI Labuhanbatu Raya. Kasus ini sudah saya teruskan ke Mabes Polri. Saya minta Polres Labuhanbatu bergerak cepat, dan saya peringatkan semua pihak agar tidak mengintimidasi korban karena kasus ini sudah kami ambil alih,” tegasnya.



Ia memastikan AKPERSI tidak akan diam.

 “Saya tidak akan pernah membiarkan siapapun membungkam pers, apalagi anggota dan pengurus AKPERSI. Pers adalah nyawa demokrasi,” lanjutnya dengan nada keras.



Momentum Mengembalikan Wibawa Negara

Kasus Labuhanbatu adalah ujian serius bagi aparat penegak hukum. Publik menunggu tindakan nyata, bukan sekadar janji manis. Jika negara benar-benar ingin disebut negara hukum, inilah saatnya.

Premanisme tidak boleh lagi jadi wajah jalanan Indonesia. Wartawan tidak boleh lagi jadi korban intimidasi. Dan kebebasan pers tidak boleh lagi dijadikan bulan-bulanan kekerasan.

Tim

Posting Komentar untuk "Suara Ketum AKPERSI Mengguncang: Stop Intimidasi Wartawan, Bersihkan Jalanan Dari Preman Berkedok Debt Collector!"